top of page
Search

psikologi konseling

  • norhasidah binti hisam
  • Jul 15, 2016
  • 5 min read

Pertanyaan:

  • Apa pengaruh mental disorder pada kehidupan konseli?

Jawab :

Mental disorder merupakan gangguan mental yang terjadi karena beberapa penyebab stress. Gangguan mental adalah bentuk penyakit, gangguan, dan kekacauan fungsi mental atau kesehatan mental, disebabkan oleh kegagalan mereaksikan mekanisme adaptasi dari fungsi. Fungsi mental terhadap stimulus ekstern dan ketegangan-ketegangan: sehingga muncul gangguan fungsional atau gangguan struktual dari suatu bagian, suatu organ, atau sistem kejiwaan atau mental.


Sebab-sebab timbulnyamental disorder disebutkan sebagai berikut:

  1. Kepribadian yang lemah akibat kondisi jasmani atau mental yang kurang sempurna. Hal-hal tersebut sering menyebabkan konseli merasa rendah diri, yang berangsur-angsur menyudutkan kedudukannya dan menghancurkan mentalnya. Hal ini banyak terjadi pada orang-orang melankolis.

  2. Terjadinya konflik sosial-budaya akibat adanya norma yang berbeda antara konseli dan yang ada dalam masyarakat, sehingga ia tidak dapat menyesuaikan diri lagi, misalnya orang dari pedesaaan yang telah mapan sulit menerima keadaan baru yang jauh berbeda dari masa lalunya yang jaya dan gemilang.

  3. Cara pematangan batin yang salah dengan memberikan reaksi berlebihan terhadap kehidupan sosial; overacting sebagai overkompensasi dan tampak emosional. Sebaliknya ada yang underacting sebagai rasa rendah diri yang lari ke alam fantasi.

  4. Predisposisi (keadaan mudah terjangkit oleh penyakit) struktur biologis jasmaniah dan mental atau kepribadian yang lemah.

  5. Konflik-konflik sosial dan konflik-konflik kultural yang mempengaruhi diri manusia.

  6. Pemasakan batin (internalisasi) dari pengalaman yang keliru yaitu pemahaman pengalaman oleh diri individu secara keliru.

Pengaruh mental disorder pada kehidupan konseli yaitu dapat berupa trauma yang tidak dapat dihilangkan, sehingga yang bersangkutan mengalami frustrasi, yaitu tekanan batin akibat tidak tercapainya apa yang diinginkan. Bentuk frustrasi yang dialami konseli antara lain sebagai berikut:

  1. Agresi, serangan berupa kemarahan yang meluap akibat emosi yang tidak terkendalikan. Secara fisik berakibat mudah terjadinya hipertensi (tekanan darah tinggi), atau melakukan tindakan sadis yang dapat membahayakan orang sekitarnya.

  2. Regresi, kembali pada pola reaksi yang primitif atau kekanak-kanakan (infantil), misalnya dengan menjerit-jerit, menangis sampai meraung-raung dan merusak barang-barang.

  3. Fiksasi, peletakan atau pembatasan pada satu pola yang sama (tetap), misalnya dengan membisu, memukul-mukul dada sendiri dan membentur-benturkan kepala pada benda keras.

  4. Proyeksi, usaha mendapatkan, melemparkan atau memproyeksikan sikap-sikap sendiri yang negatif pada orang lain.

  5. Identifikasi, menyamakan diri dengan seseorang yang sukses dalam imajinasi, misalnya dalam kecantikan, yang bersangkutan menyamakan dirinya dengan bintang film, atau dalam soal harta kekayaan dengan pengusaha kaya yang sukses.

  6. Narsisme, self love yang berlebihan sehingga yang bersangkutan merasa dirinya lebih superior dari pada orang lain.

  7. Autisme, gejala menutup diri secara total dari dunia riil, tidak ingin berkomunikasi dengan orang luar, dan merasa tidak puas dengan fantasinya sendiri yang dapat menjurus pada sifat yang sinting.

Orang yang normal mampu menahan dorongan tertentu atau impuls yang bisa membahayakan diri sendiri atau orang lain, dapat digolongkan memiliki gangguan kontrol impuls, termasuk berbagai jenis gangguan seperti sindrom Tourette, dan gangguan seperti kleptomania (mencuri) atau pyromania (api-pengaturan). Berbagai perilaku kecanduan, seperti kecanduan judi, dapat digolongkan sebagai gangguan. Obsesif-kompulsif kadang-kadang dapat melibatkan ketidakmampuan untuk menolak tindakan tertentu, tetapi digolongkan secara terpisah sebagaigangguan kecemasan.

Selain berpengaruh negatif, kadang kala mental disorder dapat berpengaruh positif dalam kehidupan konseli dengan kondisi dimana konseli dapat keluar dari segala bentuk tekanan batin yang mengganggunya dengan cara melakukan konseling pada konselornya ataupun menemui psikolog atau bahkan psikiater yang dipercayainya, seperti Post Trauma Stress Reaction (PTSR) yang 70% dapat dieliminir karena konseling yang dilakukan atau selain daripada itu berpengaruh baik pada konseli.


Case:


Karl FriedrichMay

Karl Friedrich May (1842-1912) adalah salah seorang pengarang fiksi dari Jerman yang paling termasyhur. Jumlah seluruh karyanya lebih dari 80 judul dan sudah diterjemahkan ke dalam lebih dari 30 bahasa. Tak lama setelah lahir, Karl May menderita kebutaan karena kekurangan gizi. Ketika Karl May berusia empat tahun, keadaan ekonomi keluarganya agak membaik setelah ibunya diterima mengikuti kursus bidan dan lulus dengan nilai baik. Karena hubungan ibunya dengan dua orang dokter, Profesor Grenzer dan Profesor Haase, Karl May bisa melihat kembali setelah dioperasi oleh kedua orang profesor itu.

Seminari

Setelah menyelesaikan sekolah dasar pada 1856, Karl May tak bisa meneruskan ke sekolah menengah karena keadaan ekonomi keluarganya yang tak mengizinkan. Oleh karena itu, ia masuk ke sekolah guru (seminari) di Waldenburg. Itu pun atas sponsor seorang bangsawan.

Pada tahun ketiga di sekolah itu, terjadilah "kecelakaan". Rekan sekelas Karl May melaporkan bahwa ia mencuri lilin. Karl May sendiri membela diri dengan mengatakan bahwa ketika bertugas mengganti lilin-lilin di sekolah, ia hanya mengumpulkan lilin-lilin bekas dari tempat-tempat lilin dan hendak dibawanya pulang ketika liburan natal, sebagai oleh-oleh untuk keluarganya yang miskin. Belakangan diketahui dari buku laporan sekolah bahwa dalam loker Karl May ditemukan lilin yang masih baru.

Menjadi Guru

Setelah lulus seminari, Karl May diterima mengajar di sekolah untuk anak-anak miskin di Glachau, namun keluar setelah dua minggu karena tak cocok dengan aturan-aturan sekolah yang sangat ketat. Namun ada juga yang mengatakan bahwa ia keluar karena bermasalah dengan istri dari keluarga tempat ia menumpang tinggal.

Setelah menganggur beberapa lama, akhirnya ia diterima mengajar di sekolah untuk anak-anak karyawan pabrik di Altchemnitz pada November 1861. Ia tinggal di pondokan yang disediakan oleh sekolah. Kamar yang disediakan adalah untuk dua orang dan di sana sudah ada seorang lain yang tinggal. Di tempat ini pun terjadi insiden yang disebabkan oleh jam tangan.

Pada masa itu, dianggap tidak pantas bila seorang guru tak memiliki jam tangan. Oleh karena itu, teman sekamar Karl May menawarkan jam tangan lamanya kepada Karl May. Ia menolak dengan alasan belum memiliki tabungan dan sudah merencanakan bahwa suatu hari nanti hendak membeli jam tangan baru. Namun teman sekamar Karl May tetap meminjamkan jam tangan itu kepada Karl May, yang harus dikembalikan setiap kali pulang mengajar dengan cara menggantungnya di dinding.


Keluar Masuk Penjara dan Menderita DID


Setelah beberapa hari, Karl May tak lagi menggantungnya di dinding tetapi tetap menyimpannya. Ketika liburan Natal, jam tangan itu terbawa pulang. Setelah beberapa lama berlibur di kampung halaman, datanglah petugas polisi menangkapnya dengan tuduhan mencuri jam tangan. Ia dihukum selama enam minggu, yaitu sejak 8 September hingga 20 Oktober 1862. Karl May sendiri baru bekerja sebagai guru di sekolah itu selama dua bulan.

Karl May menjadi sangat kecewa mengingat keluarganya, terutama ayahnya sangat mengharapkan ia menjadi guru untuk memperbaiki keadaan ekonomi keluarganya. Hal ini begitu mengguncang jiwanya karena sebagai seorang yang pernah dipenjara, ia tak lagi diperbolehkan menjadi guru.

Guncangan jiwa ini, dan karena menjadi pengangguran meskipun sempat menjadi guru privat dan pemimpin koor, menyebabkannya menderita penyakit kejiwaan yang disebut Dissociative Identity Disorder (DID), yang menyebabkan penderitanya memiliki kepribadian ganda. Ia sering menyamar menjadi orang lain, seperti dokter mata yang membuat resep dalam Bahasa Latin, guru seminari yang membeli mantel bulu tanpa membayar, dan berbagai macam kejahatan kecil lainnya. Oleh karena itu, ia pun kembali dihukum selama empat tahun di penjara Zwickau, namun hanya menjalaninya selama tiga tahun empat bulan (Juni 1865-November 1868) karena berkelakuan baik. Selama menjalani hukuman di penjara, di sanalah ia membaca banyak buku geografis dan mulai mengarang buku-bukunya yang termahsyur seperti Trilogi Winnetou.


Case clarification:

Mental disorder yang dialami Karl May muncul dalam kedua bentuk, yaitu positif dan negatif. Keadaan positif yang dialami Karl May adalah dia dapat menerbitkan banyak buku setelah keluar dari penjara dan menjadi legenda sampai saat ini. Negatifnya adalah mental disorder mempengaruhinya dengan bentuk frustasi proyeksi dan identifikasi.


 
 
 

Recent Posts

See All
Pelayanan profesional konseling

SPEKTRUM PELAYANAN PROFESIONAL KONSELING Wawasan Keilmuan, Keterampilan, Keahlian, Kode Etik, dan Organisasi Profesi Konseling Wawasan...

 
 
 
Langkah-langkah konseling

Langkah-Langkah dalam Melakukan Konseling: Skil yang umumnya digunakan : Rapport dan structuring. “Hello” Untuk membangun kerja sama yang...

 
 
 

Comments


Featured Posts
!
Recent Posts
Search By Tags
Follow Us
  • Facebook Clean
  • Twitter Clean
  • Instagram Clean
  • White YouTube Icon
  • RSS Clean
!

© 2023 by DO IT YOURSELF. Proudly created with Wix.com

bottom of page